RANCAH POST – Tak hanya kaya akan panoramanya yang indah, Indonesia pun termasuk Negara yang kaya akan kesenian tradisional yang tersebar di berbagai pelosok tanah air dari Sabang sampai Merauke.
Banyak sekali dari beberapa kesenian tradisional tersebut yang belum diketahui atau dikenal luas oleh masyarakat. Salah satunya adalah kesenian Ronggeng Gunung yang berasala dari salah satu Kabupaten yang baru terbentuk beberapa tahun terakhir, Kabupaten Pangandaran.
Khusus bagi masyarakat yang ada di Pangandaran, kesenian Ronggeng Gunung ini merupakan hiburan yang tidak pernah sepi dari peminat dan pecinta kesenian tersebut, lebih khusus lagi bagi generasi muda Pangandaran. Tak lain karena seni tari yang satu ini memang dipentaskan oleh beberapa wanita cantik yang lihai dalam mempertontonkan tarian Ronggeng Gunung ini.
Kesenian Ronggeng Gunung ini diceritakan sebagai upaya balas dendam Dewi Siti Semboja yang merupakan anak ke-38 Prabu Siliwangi atas kematian kekasih hatinya yang dibunuh oleh bajak laut/perampok pimpinan Kalasamudra, Raden Anggalarang. Dalam memuluskan balas dendamnya tersebut, Dewi Siti Semboja melakukan penyamaran sebagai Nini Bogem, seorang penari Ronggeng keliling bersama penabuh gamelan. Dewi Siti Semboja sendiri berhasil selamat dalam serangan bajak laut/perompak yang menyerang Pananjung dan bersembunyi di salah satu daerah pegunungan yang ada di Pangandaran. Adapun untuk menemukan siapa pembunuh kekasihnya tersebut, Dewi Siti Semboja yang menyamar sebagai Nini Bogem ini berkeliling mengitari seluruh wilayah kekuasaan kerajaan Galuh Pakuan Pajajaran.
Adanya penemuan arkeologis pada tahun 1977 yang berupa sebuah reruntuhan Candi di Pamarican, memperkuat adanya cerita tentang Nini Bogem alias Dewi Siti Semboja ini. Oleh Arkeolog, Candi tersebut disebut dengan Candi Pamarican. Namun oleh masyarakat setempat candi ini dikenal dengan sebutan Candi Ronggeng, sebab terdapat sebuah batu dan sebuah arca yang bentuknya menyerupai ‘kenong’ atau gong kecil yang dipercaya erat kaitannya dengan kesenian Ronggeng Gunung yang dipentaskan oleh Nini Bogem dulunya.
Kesenian Ronggeng Gunung ini sebenarnya bukan sekedar tarian atau hiburan semata, kesenian Ronggeng Gunung ini adalah sebuah pengantar dalam upacara adat. Dalam kepercayaan masyarakat Sunda, Dewi Siti Semboja yang mempunyai nama lain Dewi Rengganis ini disetarakn hampir sama dengan Dewi Sri yang sangat erat dengan kesuburan dan kegiatan pertanian. Oleh karenanya, kesenian Ronggeng Gunung ini adalah suatu simbol kegiatan Dewi Siti Semoja dalam melakukan cocok tanam hingga akhirnya panen dan kemudian melakukan syukuran atas berhasilnya panen.
Kesenian tari Ronggeng Gunung ini sebenarnya mirip sekali dengan Tari Jaipong yang berasal dari daerah Jawa Barat lainnya. Namun Ronggeng Gunung ini berbeda dan memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan tari ronggeng lainnya, bahkan seni tari ronggeng yang ada saat ini merupakan pengembangan dari kesenian Ronggeng Gunung yang ada di Pangandaran.
Seni tari Ronggeng Gunung sendiri dipentaskan oleh lima orang penari yang berparas cantik dan diiringi oleh sekelompok ‘Pengibing’ yang memakai sarung, Sinden, dan penabuh gamelan. Ada peraturan yang tidak boleh dilanggar oleh Penari dan ‘Pengibing’ dalam Ronggeng Gunung ini, Mereka tidak boleh melakukan kontak badan secara langsung dan harus memiliki fisik yang kuat sebab kesenian Ronggeng Gunung ini bisa dipentaskan sampa berjam-jam lamanya.
Bagi masyarakat Pangandaran maupun Ciamis bagian selatan, kesenian Ronggeng Gunung ini bukanlah semata-mata untuk hiburan melainkan seni tari yang dipentaskan sebagai pengantar upacara adat, panen, sunatan, kawinan, ataupun dipentaskan saat kedatangan tamu agung.
Namun sungguh disayangkan, kesenian Ronggeng Gunung khas Pangandaran ini mulai redup sekitar tahun 1990-an meskipun pada kurun waktu mulai dari tahun 1970 hingga 1980 kesenian yang satu ini berada pada masa kejayaannya.