RANCAH POST – Perokok aktif di Indonesia memang sangat tinggi jumlahnya dan hal ini berimbas pula kepada mereka yang menjadi perokok pasif. Dengan adanya rokok kemudian orang menjadi sakit, hal ini menandakan bahwa rokok menjadi salah satu penyebab meningkatnya penyakit tak menular.
Berkaitan dengan hal tersebut, Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Prof. dr. Hasbullah Thabrany telah melakukan sebuah studi untuk mengatasi semakin meningkatnya jumlah perokok.
Dari hasil studi yang dilakukan olehnya pada Desember tahun silam, perokok kemungkinan akan berhenti bila harga rokok naik menjadi 2 kali lipat. Namun demikian kenaikan harga rokok ini perlu waktu 1 sampai 2 tahun hingga pemerintah menyetujui gagasan naiknya harga rokok.
“Pengeluaran untuk rokok tiap bulannya jika dihitung mencapai 450 hingga 600 ribu, itu bila perokok menghabiskan antara 1 hingga 2 bungkus rokok tiap harinya. Misalnya harga rokok 50 ribu, dalam studi itu para perokok mengatakan mereka akan berhenti,” ucapnya.
Sementara itu, pemerintah sendiri mengakui telah mendengarkan usulan harga rokok naik menjadi Rp50 ribu tiap bungkusnya. Oleh sebab itu, kajian penyesuai tarif cukai rokok akan dilakukan oleh pemerintah sebagai instrumen kenaikan harga rokok.
“Belum kami disusikan lagi mengenai cukai rokok ini, tapi tiap tahunnya selalu ada penyesuaian tarif cukai rokok,” kata Suahasil Nazara, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Rabu (17/8/2016) kemarin.
Masih disebutkan olehnya, selama ini harga rokok yang hanya di bawah Rp20 ribu menjadi salah satu penyebab jumlah perokok di Indonesia sangat tinggi. Bahkan orang yang kurang mampu dan anak-anak sekolah sekalipun dengan mudahnya bisa membeli rokok.