RANCAH POST – Badri adalah seorang supir angkot yang bisa ditemui di terminal Pasar Bawah Bandar Lampung jurusan Tanjung Karang-Sukarame. Sering kali ia berteriak dari balik setir angkotnya memanggil-manggil penumpang. “Saya gak pakai kenek karena gak sanggup bayarnya,” katanya, Kamis (26/12/2013).
Namun, siapa sangka, sopir angkot berkulit sawo matang dengan penampilan sederhana itu adalah seorang calon anggota legislatif.
Badri memberanikan diri mengikuti pertarungan politik sebagai wakil rakyat ini melalui salah satu partai . Ia maju sebagai caleg Kota Bandar Lampung daerah pemilihan Sukabumi.
“Saya merasa terpanggil. Saya hanya anak seorang tukang sayur di pasar SMEP, Tanjung Karang Pusat. Di sana ibu saya sering digusur dagangannya oleh pemerintah kota, tanpa diberi solusi atas nasibnya,” kata Badri.
Tak heran dia sering memimpin para pedagang menggelar aksi unjuk rasa dan mengadvokasinya. Hal itu juga yang membuatnya maju sebagai caleg.
Ketika disinggung apakah niatnya maju sebagai caleg adalah sebuah cara untuk merubah nasib dari sopir angkot menjadi wakil rakyat.
“Saya ini dari rakyat kecil. Jadi nanti ketika terpilih pun saya hanya akan memikirkan rakyat kecil. Saya siap tidak korupsi dan akan memberikan 80 persen gaji saya untuk rakyat kecil,” katanya mantap.
Walau tidak punya modal besar, ia berharap masyarakat lebih cerdas memilih wakil rakyatnya. Modal untuk buat stiker dan spanduk disisihkan dari uang hasil narik angkot, itu pun setelah dipotong uang bensin dan untuk keluarga.
“Sampai sekarang saja, saya sudah habis Rp3 juta. Tidak seperti caleg-caleg lain yang mungkin sudah habis ratusan juta,” ungkap Badri.
Badri pun memiliki cara tersendiri dalam bersosialisasi. Setiap hari, di dalam angkot, ia mengajak para penumpangnya berbincang dan berdiskusi tentang kondisi Kota Bandar Lampung.
Setelah itu, ia akan memperkenalkan diri sebagai caleg. Saat penumpang turun, ia memberikan stiker dan kartu namanya. “Cara yang cukup sederhana, namun bermakna dan yang pasti minim biaya,” ujarnya.
Sepulang dari ‘narik’ angkot, ia tidak lupa menyambangi rekan-rekannya sesama sopir angkot, para tukang sayur dan tukang ojek. Ia bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk berdiskusi dan bersosialisasi.
Keluarga dan rekan-rekan Badri pun mendukung apa yang dilakukannya. Keputusan menjadi caleg diharapkan nantinya bisa jadi perbaikan nasib rakyat kecil, yang menurutnya selalu dimarjinalkan.