RANCAH POST – Aksi mogok mengajar dilakukan oleh ribuan guru honorer di Kabupaten Garut Jawa Barat.
Aksi mogok mengajar guru di Garut itu merupakan bentuk reaksi atas pernyataan Plt Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Garut Djatjat Sudrajat yang menyebut mereka sebagai guru ilegal.
“Bapak kita, Bapak Kadisdik Garut menganggap kita ilegal, dan sekarang kami sedang menyuarakan isi hati kami,” tutur guru bernama yarifah (33) di kantor PGRI Banyuresmi, Jalan Raya Bayuresmi, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Sabtu (15/9/2018).
Atas pernyataan tersebut, Syarifah dan guru honorer lainnya merasa dilecehkan. Syarifah pun menuntut agar Djatjat diberhentikan dari jabatannya.
“Kalau saya diam, tidak ikut aksi ini, sama saja dengan menerima disebut ilegal. Padahal sejak tahun 2005 saya itu mengajar tanpa henti,” kata Syarifah.
Pernyataan Djatjat yang membuat guru honorer di Garut berang itu berawal ketika Djatjat hadir dalam temu pendapat bersama Komisi A DPRD Garut, Rabu (12/9/2018) silam.
Dalam pertemuan itu, Djatjat dituding melecehkan guru honorer dengan sebutan guru ilegal.
“Mogok mengajar yang dilakukan oleh seluruh guru ini pemicunya adalah pernyataan Kadisdik bahwa guru honor ilegal,” ujar Ketua PGRI Banyuresmi Mamun Gunawan di tempat yang sama.
“Jumlah kami sekitar 12 ribu, hari Senin kami dari seluruh wilayah Garut akan berkumpul kembali. Kami dan rekan-rekan kecewan dan sakit, pernyataan itu sungguh tidak bijak,” kata Mamun.
Aksi itu berlangsung hingga hari Senin, 17 September 2018. Bahkan sejumlah sekolah diliburkan karena guru honorer memilih mogok ngajar.
Salah satu sekolah yang diliburkan adalah SD Negeri Sukagalih 5. “Guru honorernya tidak masuk,” terang guru bernama Yogi Yusuf (37).
Dikatakan Yogi, guru honorer di SDN Sukagalih 5 jumlahnya 13 orang. Namun karena mengikuti aksi itu, jumlah guru honor yang masuk hanya 4 orang.
BACA JUGA: Tolak Penerimaan CPNS, Honorer K2 di Ciamis Bubuhkan Cap Jempol Darah
“Ini dampak kemarin soal guru ilegal, di sini guru honornya banyak, yang sakit hatinya juga banyak,” tandas Yogi.