RANCAH POST – Musim haji sudah tiba, banyak orang mulai sibuk mempersiapkan segala sesuatu untuk berangkat ke tanah suci guna menunaikan rukun Islam yang ke lima.
Namun pada kenyataannya banyak orang yang belum bisa melakukan ibadah tersebut lantaran tersandung biaya.
Walau begitu, impian seorang warga Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur bernama Miskat yang berprofesi sebagai pemulung ini selangkah lagi bisa mewujudkan impiannya untuk menunaikan ibadah haji.
Demi menjalankan rukun Islam yang ke lima itu Miskat selama bertahun-tahun selalu menyisihkan uang hasil jerih payahnya senilai Rp 10 ribu setiap harinya.
Kakek berusia 70 tahun itu tergabung bersama rombongan calon haji asal Kabupaten Probolinggo lainnya dalam kloter 28 Embarkasi Surabaya.
Pada Rabu (25/7) sore kloternya memasuki Asrama Haji Sukolilo Surabaya, untuk kemudian berangkat ke Tanah Suci melalui Bandara Juanda, Kamis (26/7) kemarin.
Empat bulan yang lalu, menjelang keberangkatannya ke Tanah Suci, Miskat menderita penyakit sesak nafas.
Sejak itu ia hanya bisa terbaring lemah di tempat tidur rumahnya tanpa bisa melakukan aktifitasnya lagi sebagai seorang pemulung.
Sebelumnya, kakek Miskat memang menderita penyakit sesak nafas. Rutinitasnya adalah mencari barang-barang bekas yang masih bisa dijual dan memulung sampah.
Alat transportasi yang dipakainya untuk memulung sampah adalah sepeda angin tua dengan wadah atau “ronjotan” di belakangnya, untuk menyimpan barang-barang bekas yang yang dikaisnya dari tempat sampah.
Hasil dari penjualan barang-barang bekas yang dikumpulkannya itu disisihkan Rp 10 ribu setiap harinya yang disimpan di lemari rumahnya bersama tumpukan baju.
Miskat pun masih mengingat pada tahun 2010 lalu uang simpanannya itu terkumpul Rp 3 juta dengan pecahan uang Rp 10 ribuan yang sudah lusuh.
Ia mengikatnya dengan menggunakan karet gelang dan membawanya ke H. Saiful, yang merupakan pemilik salah satu Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) di Probolinggo.
Saiful pun kemudian mengantar Miskat mendaftar haji dengan lembaran uang pecahan Rp 10 ribu lusuh senilai Rp 3 juta yang diikat dengan karet gelang itu.
Saat itu, biaya pendaftaran haji sekitar Rp 25 juta. Sisa kekurangannya menggunakan dana talang dari bank yang dijamin oleh pemilik KBIH.
Menurut Saiful, dana talang itu jatuh temponya oleh bank hanya diberi waktu satu tahun. Tentunya Miskat tidak bisa melunasinya.
Akhirnya dari pihak KBIH ikut membantu membayarkan bunganya ke bank yang sudah lewat jatuh tempo hingga akhirnya Miskat pun bisa menutup cicilan pokok bertahun-tahun kemudian.