RANCAH POST – Biasanya, jenazah akan diangkut dengan menggunakan mobil ambulans. Namun di beberapa daerah ada yang mengangkut jenazah menggunakan motor karena akses jalan yang tidak memungkinkan kendaraan roda empat masuk.
Tapi, berbeda halnya dengan cerita yang dibagikan oleh seseorang dengan akun bernama @Destyadarmawan.
Pada Minggu (1/7) lalu Destya mengunggah kisah yang menyebut kalau kejadian ini sebagai ‘Bisnis Mayat’.
Keluarga Destya mengaku kaget saat pertama kali mendengar cerita itu. Kejadian itu sendiri berawal saat ayah Destya kerap melakukan perjalanan Jakarta-Jawa Timur berulang kali.
Ayah Destya biasanya pergi naik bus atau kereta. Tapi karena saat itu sedang momen mudik, ayahnya pun memutuskan untuk menumpang pada temannya.
Teman ayah Destya itu merupakan seorang sopir truk pengangkut barang yang biasa lewat Pantura. Ia juga menjelaskan bahwa sopir truk biasanya punya tempat makan khusus mengingat ukuran kendaraan mereka yang butuh lahan parkir.
Saat itu, ayah Destya melihat ada sebuah truk yang sudah berhenti cukup lama. Dari luar terlihat ada 3 orang sopir duduk di depan.
Anehnya, hanya dua dari mereka yang turun dan makan, sedangkan seorang sopir tetap diam di dalam truk. Ayah Destya menjelaskan kalau sopir itu hanya diam seperti orang tidur tapi tampak memakai kacamata.
Sosok sopir itu duduk ditengah dengan posisi diapit oleh kedua sopir lainnya dari sisi kanan dan kiri. Karena penasaran, ayah Destya pun bertanya kenapa orang itu tidak turun.
Ternyata sosok yang dikira sopir itu adalah mayat. Ayah Destya yang bingung pun akhirnya bertanya lebih jauh lagi soal kejadian itu.
Belakangan terungkap kalau 2 sopir itu dibayar untuk membawa jenazah pulang ke kampungnya di Surabaya, Jawa Timur.
Destya juga menjelaskan, jika seseorang meninggal jauh dari rumah, maka jenazahnya harus dipulangkan naik ambulans.
Tapi biaya yang dibutuhkan tidaklah murah. Keluarga harus membayar belasan juta rupiah dari Jakarta ke Surabaya.
Para sopir truk itu pun menawarkan untuk membawa jenazah itu pulang asalkan kondisinya masih baik.
Destya mengungkapkan ada alasan khusus kenapa jenazah itu didudukan di depan dan tidak dimasukan kedalam peti jenazah.
Ia menyebutkan tujuannya adalah agar tidak ketahuan polisi. Jenazah pun dipakaikan baju biasa dan kacamata agar terlihat seperti orang biasa.
Hal itu juga mengingat bahwa setiap truk barang harus dicek muatannya di tempat penimbangan. Jika ada peti mati dibawa, makan akan jadi masalah.
Destya pun menjelaskan bahwa sopir truk itu dibayar Rp 5 juta untuk sekali angkut. Kebiasaan ini pun dilakukan karena keluarga tidak kuat membayar pesawat atau ambulans.
Menurut Destya, truk yang melakukan praktik itu bisa truk bermuatan apa saja. Saat si sopir ditanya identitas jenazah yang dibawa, mereka juga mengaku tidak kenal.
Lewat unggahannya itu Destya ingin menyoroti beberapa hal. Pertama, bahwa pelayanan di Indonesia dianggap masih kurang karena sulitnya mendapat layanan ambulans.
Kedua, soal biaya Rp 5 juta yang nggak sedikit. Destya menganggap kejadian itu sebagai hal yang menyedihkan.
Layanan kesehatan dianggap kurang apalagi untuk orang yang gak mampu. Para sopir sebenarnya juga tidak mau melakukan bisnis mayat itu.
Di akhir unggahannya itu Destya berharap agar orang-orang menangkap pesan dari unggahannya itu. Ia yakin ada banyak orang yang punya hal baik untuk merubah negara ini jadi lebih baik.
https://twitter.com/Destyadarmawan/status/1013457761697333248
Unggahannya itu kemudian menjadi viral hingga telah diretweets lebih dari 8,9 ribu kali dan mendapat beragam komentar dari netizen.
Mba Di, “Sedih juga ya kalo tau misalnya saya mati dan masih merepotkan orang hhhhhh”
Nafisa, “ini serius? oh pantes gitu sodara gue ketabrak truk malah dilindes maju-mundur 3x sampe patah 7 rusuknya :)))”
Darwinsky MOA, “Gw sih biasa bacanya, krna temen gw byk yg supir ambulan dan truk. Ya gtu deh, money can talk. Bhkan mayat di ruang mayat RS byk bgt yg gk bisa dijemput krna biaya, akhirnya di tumpuk di tpu beberapa bulan kemudian.”
Upo Mabur, “Bersyukur keluarga gua tinggal di desa. Yang mana anggoya keluarga gua ninggal dan dikuburin di kuburan desa, tanah umum desa, tanpa harus bayar, tanpa terancam digantiin sama mayat baru. Dan Alhamdulillah nalar orang-orang desa soal menghormati mayat sepertinya lebih baik.”