RANCAH POST – Sekarang sedang beredar tagar Skip Challenge atau pass out challenge di kalangan remaja. Permainan Skip Challenge ini juga beredar gencar di YouTube dan Facebook.
Permainan Skip Challenge ini dilakukan dengan cara menekan dada sekeras kerasnya selama beberapa waktu dan menyebabkan anak kejang dan pingsan. Setelah beberapa saat anak akan siuman. Banyak anak menganggap hal ini sebagai pengalaman yang menegangkan dan menyenangkan.
Permainan Skip Challenge adalah permainan yang dilakukan dua orang anak atau lebih, di mana salah seorang bersandar ke dinding atau obyek lainnya.
Kemudian dadanya ditekan oleh seorang atau lebih sekeras-kerasnya beberapa saat, sehingga mengalami kesulitan untuk bernafas dan ketika dilepaskan maka orang atau anak tersebut mengalami kekurangsadaran, kejang-kejang, pingsan, atau bahkan meninggal.
Bahaya Skip Challenge
Pertama, permainan Skip Challenge dilakukan dengan memanipulasi jumlah asupan oksigen ke otak. Kekurangan oksigen pada otak dalam waktu tertentu bisa menyebabkan cacat permanen pada otak, seperti pada orang stroke yang pembuluh darah otaknya tersumbat atau pecah.
Bila anak mengalami tekanan cukup lama di dadanya sehingga tidak bisa bernafas, maka selain mengalami kenikmatan akibat morfin made in tubuh sendiri, bisa juga anak mengalami cacat otak mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat dan berakibat fatal sampai meninggal.
Kedua, anak-anak yang menekan dada temannya, tidak tahu “dosis” yang tepat seberapa kuat dan seberapa lama harus menekan dada temannya.
Dari video yang saya lampirkan malah ada kecenderungan karena merasa senang, sambil berteriak gembira mereka akan menekan dada temannya sekuat mungkin dan dalam durasi yang selama mungkin. Padahal tingkat ketahanan tubuh orang berbeda-beda
Ketiga, dikhawatirkan dalam perkembangan kejiwaan berikutnya terjadi kelainan. Pada video yang saya lampirkan kelihatan sekali anak-anak bergembira menekan dada temannya, sementara teman yang mengalami penekanan di dadanya tampak sudah bersiap-siap dan pasrah menerima perlakuan yang menyebabkan kesakitan atau penderitaan.
Hal ini merupakan ladan yang subur bagi tumbuhnya kepribadian yang menyimpang, kepribadian sadomasokis. Kepribadian sadistis, yang suka menyakiti dan kepribadian masokhis yang suka merasakan penderitaan dan rasa sakit, sehingga mereka akan lebih rentan menciptakan keluarga dengan KDRT dalam kehidupan keseharian mereka.
“Karena itu, mohon diamati permainan anak-anak kita, mulai dari anak usia dini sampai usia remaja. Mungkin mereka sekedar meniru dari temannya yang melakukan SC atau meniru dari video. Mari kita cegah tumbuhnya kepribadian menyimpang pada anak-anak kita, baik itu anak kandung, anak murid maupun anak-anak social dari tetangga kita,” tulis Kentar Budhojo pada akun Facebook miliknya mengutip postingan Isa Ansori, 10 Maret 2017.