RANCAH POST – Disebutkan, pemberitahuan terkait aksi demo 25 November belum diterima Polri. Dengan demikian, jika demo 25 November digelar tanpa adanya pemberitahuan, Polri mengancam akan membubarkan paksa aksi tersebut.
“Jadi kalau ada pihak yang ingi melakukan demo tapi tanpa pemberitahuan, bisa dibubarkan,” ungkap Komisaris Besar Rikwanto, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri.
Bahkan sebagaimana penuturannya, jika ada perlawanan saat pembubaran, kepolisian bisa melaksanakan upaya paksa penangkapan peserta aksi. ‘Ada SOP-nya, ditangkap,” ucap dia.
Sementara itu, menurut Komisaris Besar Martinus Sitompul, Kepala Bagian Penerangan Umum Polri, ada sejumlah tahapan yang dilakukan dalam membubarkan aksi demonstrasi yang dilakukan tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. “Mulai dari peringatan secara verbal, berkomunikasi dengan korlap, hingga tindakan tegas yang terukur,” terang Martinus.
Martinus yang juga mantan juru bicara Polda Metro Jaya itu menerangkan, kepolisian bisa mengeluarkan STTP (Surat Tanda Terima Pemberitahuan) bila ada pemberitahuan tiga hari sebelum aksi dilaksanakan. STTP itu sendiri dikeluarkan dengan catatan pihak yang melakukan demonstrasi memenuhi sejumlah ketentuan seperti penanggungjawab lapangan, alat peraga yang dibawa, dan hal apa saja yang akan disampaikan.
Kendati tidak adanya pemberitahuan, kata Martinus, kepolisian akan tetap melakukan pengamaman dengan pengawasan yang jauh lebih ketat. Masih menurut Martinus, dengan tidak adanya pemberitahuan, kepolisian tidak akan mengetahui bagaimana aksi tersebut berjalan. Akibatnya, akan ada kesan saling curiga antara aparat dengan peserta yang melakukan aksi. Padahal, ujarnya, pengamanan dilakukan guna memastikan kegiatan berjalan dengan lancar dan tertib.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan akan ada dua demo pasca terjadinya demo 4 November silam, demo 25 November dan demo 2 Desember. Dalam demo 25 November 2016 yang disebutkan akan dilakukan di depan DRP ini ditengarai akan ada terjadinya penguasaan komplek parlemen.