RANCAH POST – Seorang aktivis bernama Sri Bintang Pamungkas dilaporkan ke kepolisian. Pihaknya yang melaporkan Sri Bintang ke Polda Metro Jaya atas dugaan tindak pidana dan diskriminasi ras dan etnis tersebut adalah seorang pengacara bernama Ridwan Hanafi. Tak hanya itu saja, Sri Bintang juga dilaporkan atas dugaan penghasutan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah.
“Saya dan juga rekan-rekan dari Laskar Jokowi melaporkan Sri Bintang Pamungkas atas dugaan tindak pidana diskriminasi ras dan etnis Pasal 16 jo pasal 4 huruf b (2) UU RI no 40 tahun 2008,” terang Ridwan di hadapan awak media, Selasa (22/11/2016).
Pada laporan berikutnya, Sri Bintang Pamungkas juga dilaporkan atas dugaan penghasutan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah yang tertuang dalam pasal 108 KUHP dan pasal 110 KUHP dan pasal 160 KUHP. Dalam laporannya, Ridwan juga menyertakan barang bukti seperti video, foto, dan sejumlah saksi.
Ridwan memaparkan, laporan berkenaan dengan tindak pidana diskriminasi ras dan etnis itu diucapkan Sri Bintang Pamungkas di hadapan masyarakat umum. Namun demikian, Ridwan enggan menerangkan kata yang bersifat diskriminatif itu. “Intinya teman-teman bisa melihatnya di YouTube,” katanya.
Sedangkan untuk kasus penghasutan menggulingkan pemerintahan yang sah, Sri Bintang Pamungkas yang juga pendiri Partai PUDI ini telah menghasut untuk menjatuhkan pemerintahan Presiden Joko Widodo. Hal tersebut bisa disaksikan di YouTube di mana Sri Bintang membuat pernyataan bahwa pemerintahan orde baru yang mendapat dukungan TNI dan Polri saja bisa dijatuhkan, apalagi dengan pemerintah Jokowi.
“Sri Bintang Pamungkas ini sudah melampaui batas dan secara otomatis telah melanggar. Presiden kita itu dipilih secara konstitusional dan menggulingkan presiden itu merupakan pelanggaran,” katanya.
Selain itu, selaku warga negara, dirinya merasa mempunyai kewajiban untuk membela negara yang dalam hal ini membela lambang negara, presiden. Setiap warga negara, kata dirinya, mempunyai kewajiban yang sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dalam hal ini, konteksnya bukanlah mengangkat senjata melainkan menjaga kehormatan simbol negara.