RANCAH POST – Hari Anak Nasional diperingati setiap tanggal 23 Juli. Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak (LPA), Seto Mulyadi menilai bahwa peringatan itu sebagai momen besar untuk semua anak. Tidak terkecuali untuk anak penyintas bencana alam, anak jalanan, anak korban kekerasan, penelantaran, anak di area pedalaman serta perbatasan hingga anak yang berada dalam situasi konflik.
“Betapa indahnya bila Hari Anak Indonesia tahun ini dirayakan dengan bingkisan indah berupa peresmian UU Perlindungan Anak hasil perubahan yang kedua. UU yang memberikan pemberatan sanksi pidana untuk pelaku kejahatan terhadap anak merupakan jaminan ekstra untuk masa depan Indonesia yang lebih ramah anak,” ucap sosok yang akrab disapa Kak Seto, Sabtu (23/7/2016).
Kak Seto berharap Hari Anak Nasional diperingati sebagai momen untuk memperbaharui data mengenai segala problematika serta dinamika anak-anak Indonesia. Dia mengaku prihatin karena Indonesia tidak punya data statistik tentang aneka peristiwa pahit yang dialami oleh anak-anak. Termasuk juga, Indonesia tidak mempunyai data tentang berbagai pencapaian positif anak-anak Indonesia.
“Jadi wajar bila kita hanya bisa angkat bahu terkait berapa banyak anak Indonesia yang berjaya di laga eksakta internasional, berapa yang gemilang dalam lomba seni dunia, berapa yang kokoh dalam kompetisi olahraga dunia, serta berbagai prestasi positif lainnya,” imbuhnya.
Kak Seto menambahkan, seluruh pelaku kejahatan terhadap anak seharusnya dieksekusi berdasarkan vonis hakim dengan hukuman-hukuman pemberatan, termasuk pembayaran restitusi untuk korban dan pelaksanaan hukuman mati untuk pelaku dewasa. Tindakan tegas itu sebagai bukti kesungguhan Indonesia dalam memerangi kejahatan terhadap anak.
“Dunia usaha memenuhi ajakan UU Perlindungan Anak untuk menyalurkan dana CSR-nya dengan antara lain memfasilitasi anak-anak yatim serta dhuafa ke kebun binatang, pantai, museum, dan sentra-sentra rekreasi edukatif yang lainnya. Ya, Hari Anak Nasional patut dijadikan sebagai hari liburan edukatif nasional,” sambungnya.
Sementara itu, harapan lain yang juga dicita-citakan pada peringatan ini adalah setiap keluarga berpenghasilan minimal Rp 15 juta/bulan mengalokasikan santunan untuk memenuhi kebutuhan seorang anak yatim serta dhuafa selama satu tahun ke depan. Termasuk masjid, vihara, dan juga rumah-rumah ibadah lainnya mencanangkan perlindungan anak sebagai tema khutbah reguler mereka.
“Rumah ibadah merupakan wadah strategis untuk menyosialisasikan UU Perlindungan Anak, sebagai salah satu bentuk sikap amanah kepada insan yang Tuhan titipkan kepada kita,” jelas Kak Seto.
Kak Seto juga berharap, Pemerintah atas nama bangsa Indonesia membungkukkan badan dan meminta maaf atas segala kekurangan sekaligus memperkokoh sistem perlindungan bagi anak Indonesia. “Batasan usia anak pada sekian banyak regulasi dikaji ulang dan juga diseragamkan. Seluruh anak yang berkonflik dengan hukum harus menerima pengurangan masa pemidanaan,” harapnya.
Terakhir, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama dengan Pemkot Mataram, LPA Mataram, LPA NTB, dan LPA Indonesia akan menyelenggarakan Forum Anak Nasional (FAN) di Mataram NTB.
“FAN merupakan aktualisasi amanat konstitusi bahwa anak-anak merupakan warga negara yang berhak untuk menyatakan pendapatnya sebagaimana masyarakat dewasa. Dan kita, orang-orang dewasa sudah seharusnya menghadirkan pancaindera dan hati kita untuk menyimak aspirasi anak-anak itu,” tandasnya.