RANCAH POST – Sebelumnya, beberapa pekan yang lalu, Sekjend KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) , Erlinda menyebutkan bahwa pemblokiran game online bisa menjadi langkah efektif untuk mencegah anak-anak tersentuh oleh unsur-unsur kekerasan. Pemblokiran tersebut, sebagaimana dikatakan Erlinda, merupakan salah satu cara daripada tidak melakukan aksi sama sekali.
Erlinda juga mengatakan, game online yang mengandung unsur kekerasan di dalamnya akan berdampak buruk bagi anak. Sebab, game online tersebut akan memunculkan perilaku agresif pada diri anak itu sendiri. Meski demikian, peran orang tua merupakan hal yang paling penting agar anak tidak kecanduan game. “Anak-anak pastinya ingin meniru yang ada di dalam game, misalnya memukul dan menendang, khususnya bagi anak laki-laki,” ujar Erlinda, Minggu (24/4/2016).
Dukungan KPAI terhadap wacana pemblokiran game online yang diusulkan oleh Kemdikbud rupanya berbuntut panjang. Tampilan laman resmi KPAI berubah berwarna hitam dan dibubuhi sketsa berbentuk kelelawar. Diduga, hal itu merupakan ulah peretas (hacker) yang berhasil membobol situs KPAI ini. Hacker juga meninggalkan pesan dalam laman KPAI itu.
“Zuhahaha.. You’re drunk? Fix ur sec first b4 talking about game (Zuhahaha.. Kalian mabuk? Perbaiki dulu keamanan kalian sebelum berbicara soal game),” demikian tulis hacker dalam situs tersebut, Senin (5/2/2016).
Sepertinya aksi peretas ini merupakan peringatan bagi KPAI agar tidak turut campur dalam wacana pemblokiran beberapa game daring tersebut.
Dalam wacana pemblokiran game tersebut, setidaknya ada 15 game yang saat ini tengah beredar dinilai berbahaya dan berdampak buruk bagi anak-anak, seperti Grand Theft Auto (GTA), Conflict Vietnam, Raising Force, Bully, Atlantica, Shelshock dan Carmageddon, Point Blank, World of Warcraft, War Rock, Cross Fire, Call of
Duty, Counter Strike, Future Cop, dan Mortal Combat.