RANCAH POST – Bukan hal yang aneh bila pesantren selalu berkutat dengan yang namanya kitab kuning ataupun kegiatan yang bersifat kesantrian lainnya seperti yang biasa dilaksanakan Pesantren Zainul Hasan Genggong, Probolinggo, Jawa Timur ini.
Namun seperti kegiatan yang sebelumnya telah dilaksanakan pesantren ini, sebuah ajang tarung bebas akan kembali digelar pada hari Senin (11/4/2016) yang akan datang. Tentu saja, ajang tarung bebas yang akan disaksikan ribuan pasang mata ini akan memperlihatkan kebolehan para petarung di atas ring. Para petarung yang akan mengikuti ajang tarung bebas ini tidak diharuskan atau dikhususkan bagi para pendekar atau pesilat saja. Baik itu tukang becak, preman, santri atau pun para pendekar dari Pagar Nusa NU, Tapa Suci, Taekwondo, dan jenis bela diri lainnya diperbolehkan mengikuit ajang tarung bebas ini.
Dalam gelaran tarung bebas yang digelar pesantren di bawah asuhan Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur ini, para petarung boleh menyerang lawannya sebebas mungkin. Hanya saja dalam peraturannya, para peserta harus seimbang dan tidak diperbolehkan menggunakan ajian-ajian, jimat, ataupun senjata. Di atas ringnya sendiri, akan ada tiga orang wasit yang nantinya akan menentukan imbang atau tidaknya para petarung dan kapan pertarunga itu haris dihentikan.
Sebagaimana diutarakan Moh Haris Damanhuri yang akrab dipanggil Gus Haris, ketua pelaksana, ajang tarung bebas ini tidak hanya diikuti oleh peserta dari Jawa Timur saja, melainkan diikuti pula oleh sejumlah peserta yang datang dari seluruh pelosok tanah air.
Pertarungan ini ada historinya. Seiring perkembangan zaman, seni bela diri ini dijadikan ajang persahabatan dan merekatkan tali persaudaran. Tidak ada hadiah yang dikejar di sini, selain itu para pesilat diharapkan tetap menjaga sportivitas sepanjang pertandingan.
Untuk diketahui, ajang tarung bebas ini awalnya dipelopori oleh almarhum KH. Maksum Jauhari, pengasuh Pondok pesantren Lirboyo, Kediri, saat itu. Ajang tarung bebas ini diselenggarakan lantaran sering terjadinya tawuran antara perguruan pencak silat yang ada di Jawa Timur kala itu, juga banyak aksi premanisme dan pengeroyokan yang dilakukan terhadap orang yang lemah.