RANCAH POST – Sejak tahun 1990, istilah LGBT yang merupakan akronim dari lesbian, gay, biseksual, dan transgender, digunakan sebagai pengganti dari frasa komunitas gay. Istilah LGBT digunakan mengingat kelompok yang disebutkan tadi terwakili dengan adanya istilah ini.
Di Indonesia, LGBT menyita perhatian khalayak ramai sejak adanya pemberitaan tentang lembaga konseling SGRC (Support Group and Resource Center on Sexuality Studies) Universitas Indonesia yang dituding mendukung adanya LGBT.
Keberadaan LGBT di Indonesia yang notabene warga negaranya berpegang teguh pada norma-norma agama, adanya LGBT ini mendapat tentangan dari beberapa pihak, termasuk dari beberapa pejabat negara yang memberikan penolakan melalui media sosial terhadap gerakan LGBT.
Para pejabat yang didalamnya terdapat nama Mendikbud RI Anies Baswedan, Walikota Bandung Ridwan Kamil, dan Erlinda selaku Komisioner Perlindungan Anak Indonesia, serta 4 pejabat negara lainnya digugat Arus Pelangi, organisasi pendukung LGBT di Indonesia, karena terang-terangan memberikan penolakan.
Baik Erlinda maupun pejabat lainnya, memiliki pemahaman yang sama. Mereka tidak ingin generasi muda Indonesia, baik secara moral, agama, maupun undang-undang, tidak terkontaminasi dengan berbagai penyimpangan-penyimpangan.
Mereka merasa tersinggung bahwa hak mereka memiliki pemahaman LGBT, yah silakan. HAM memang melekat pada diri masing-masing, tapi ingat di ayat berikutnya tidak serta-merta HAM no 1 sebab ada UU 45 yang membatasi.
Sementara itu, Devi Rahmawati memaparkan, tren LGBT semakin meningkat dan bertambah jumlahnya di Indonesia seiring dengan banyaknya budaya populer yang masuk. Sosiolog Universitas Indonesia ini pun menjelaskan bahwa anak mudalah yang gampang ‘diserang’ LGBT, sebab anak muda dapat dengan mudah terbawa arus.