RANCAH POST – Para anggota ISIS kini menjadi buronan pasukan khusus Densus Antiteror 88 Mabes Polri. Mereka diburu bukan tanpa alasan, pemerhati Terorisme, Harits Abu Ulya ungkapkan alasan Densus 88 memburu ISIS, karena mereka sudah dianggap mirip dengan kelompok radikal terorisme.
Masih lekat dalam ingatan, bagaimana Densus 88 Antiteror Mabes Polri bersama Jatanras Polda Metro Jaya membekuk Ketua Harian Jama’ah Ansharut Tauhid (JAT) Ustad Afif Abdul Majid alias Afif, di Jalan Wibawa Mukti depan Komplek Telkom Satwika Permai RT 003/ RW 001, Jatiasih, pada Sabtu 9 Agustus 2014.
Pria paruh baya, yang dianggap telah mendeklarasikan diri bergabung dengan ISIS tersebut, dibekuk dengan skenario penangkapan seperti seorang teroris berbahaya. Penangkapan itupun, sontak menjadi perhatian penduduk sekitar Jatiasih, Bekasi.
Selain dikaitkan dengan ISIS, Densus 88 Antiteror juga menduga Ustad Afif terlibat dalam pendanaan terhadap Ubaid di Aceh tahun 2010 silam.
Menurut Harits, penangkapan Ustad Afif adalah realisasi dari keputusan pemerintah melalui pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Djoko Suyanto tentang larangan paham ISIS di Indonesia.
Itulah yang membuat para penganut organisasi yang diduga berafiliasi dengan jaringan teroris internasional Al-Qaeda tersebut harus ditangkap. Jadi, istilahnya ini momentum terorisasi pengikut ISIS atau yang sekarang dikenal IS/Dais.
“Meski kriminalisasi atau upaya mempidanakan pendukung paham ISIS tidak kuat pijakannya, tapi Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) dan Densus 88 tetap bernafsu dengan menarik kepada delik undang-undang teroris,” tegas Harits, Minggu (10/8/2014).
“Lebih-lebih Barat (Amerika Serikat) telah menetapkan ISIS sebagai kelompok teroris, maka klop sudah, para pendukung ISIS juga bisa di teroriskan,” lanjutnya.
Sementara, di sisi lain ada pihak-pihak yang sengaja ingin mengalihkan persoalan-persoalan krusial dalam politik ke Indonesia-an dengan dimunculkannya isu ISIS. Dalam hal ini sengaja menakut-nakuti masyarakat dengan keberadaan ISIS. Sehingga, tak mempedulikan sengketa pemilihan umum presiden (pilpres) 2014 yang sedang bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK).
Kendati demikian, Direktur The Community Of Ideological Islamic Analyst (CIIA) tersebut mengingatkan pemerintah dalam hal ini Densus 88 dan BNPT agar tidak gegabah memainkan isu pendukung ISIS sebagai teroris.
“Kebijakan pemerintah membuat masyarakat bisa main hakim sendiri. Dan ini sama saja provokasi untuk melahirkan keresahan di masyarakat,” tuntas Harits.