RANCAH POST – Menjelang digelarnya pesta demokrasi, pemilihan umum capres dan cawapres Indonesia tahun 2014 ini, berbagai berita dan postingan-postingan yang berbau kampanye hitam semakin marak menyebar di media sosial. Tsunami kampanye hitam ini sendiri ditakutkan dapat membuat para pengguna sosial media menjadi resah dan terganggu.
Malahan beberapa pengguna sosial media memilih untuk tidak berteman lagi (unfriend) atau mengunfollow akun tertentu yang terus menerus melancarkan kampaye hitam. Ini sih masih mending, bahkan ada beberapa orang yang memutuskan tidak menggunakan lagi sosial media karena dipusingkan dengan berbagai spam-spam berbau kampanye hitam.
Lalu sebenarnya siapa pelaku kampanye hitam? Apakah tim sukses (timses) kedua pasang capres-cawapres, atau ulah para simpatisan?
Saat ditanyakan terkait masalah ini, Yanuar Nugroho, PhD. Peneliti Senior di Bidang Inovasi dan Perubahan Sosial di Universitas Manchester, Inggris, mengaku tidak memiliki data yang valid untuk membuktikannya.
Namun ia menjelaskan, “Bisa saja keduanya (timses dan simpatisan). Tapi ingat adagium ini: keburukan (atau berita buruk) jauh lebih cepat tersebar ketimbang kebaikan (atau berita baik). Bisa saja satu anggota tim sukses menyebarkan lalu segera jadi viral di kalangan simpatisan. Atau sebaliknya.”
Yanuar juga memberikan tips bagaimana agar para pengguna media sosial tidak terlalu mudah terpengaruh dengan opini negatif yang dilontarkan via media sosial.
“Ingat satu hal ini: Untuk semua berita atau kabar yang muncul di media (konvensional maupun sosial), itu hanya separuh cerita. Separuhnya lagi tentu disembunyikan (sadar atau tidak). Jadi memang perlu melek media. Melek artinya: mau sedikit ‘bekerja keras’ melakukan cek mendalam sendiri,” paparnya.