RANCAH POST – Kepolisian Republik Indonesia memiliki kewenangan penuh untuk memvonis atas insiden pembajakan pesawat virgin air bernomor penerbangan VA 041, rute Brisbane-Denpasar, yang di sabotase oleh penumpang bernama Matt Christopher.
Pengamat Hukum Internasional dari Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, menuturkan, Polri memiliki yurisdiksi atau kewenangan penuh untuk menangani Christopher atas tindakannya mengganggu keselamatan penerbangan.
“Kewenangan Polri didasarkan pada asas teritorial, mengingat pesawat mendarat di wilayah kedaulatan Indonesia,” terang Hikmahanto, Sabtu (26/4/2014).
Ia menjelaskan, pengusutan kasus ini didasarkan di mana pesawat jenis Boeing 737-800 tersebut mendarat, bukan kewarganegaraan dari pesawat udara atau kewarganegaraan pelaku.
“Apabila negara di mana pesawat tersebut mendarat melepaskan yurisdiksinya (tidak mau menjalankan kewenangan hukumnya), barulah negara dari kewarganegaraan pesawat atau kewarganegaraan pelaku kejahatan atau korban kejahatan dapat menjalankan yurisdiksinya,” terangnya.
Hikmahanto mencontohkan dengan kasus pembunuhan penggiat HAM, Munir, di mana seharusnya otoritas keamanan Belanda yang berwenang mengusutnya. Namun, Indonesia yang melakukan proses hukum karena Belanda menyerahkannya.
Lebih lanjut Hikmahanto mengungkapkan, Christopher bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
“Jeratan hukum pidana atas Christopher oleh Polri dapat dilakukan berdasarkan Pasal 412 UU No 1/2009 tentang Penerbangan,” sebutnya.
Dalam pasal ini, lanjut dia, ada lima delik kejahatan yang diatur, salah satunya adalah Pasal 412 Ayat (1) yang menyebut, “Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan melakukan perbuatan yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 Huruf A dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.”